Selasa, 22 November 2016

TEORI TENTANG FRAUD, FRAUD TREE, COSO LAMA, DAN COSO BARU


Oleh :
Muhammad Rafi Fahreza (C1C015001)
Rahmi Hilmayani (C1C015014)
Grahfita Rahma Aprilia (C1C015061)
Shidqi Kurnia (C1C015066)
 
Teori Fraud Triangle
Teori fraud triangle merupakan suatu gagasan yang meneliti tentang penyebab terjadinya kecurangan. Gagasan ini pertama kali diciptakan oleh Donald R. Cressey (1953) diperkenalkan dalam literatur profesional pada SAS No. 99, yang dinamakan fraud triangle atau segitiga kecurangan. Fraud triangle menjelaskan tiga faktor yang hadir dalam setiap situasi fraud:
1. Pressure (tekanan), yaitu adanya insentif/tekanan/kebutuhan untuk melakukan fraud. Tekanan dapat mencakup hampir semua hal termasuk gaya hidup, tuntutan ekonomi, dan lain-lain termasuk hal keuangan dan non keuangan. Menurut SAS No. 99, terdapat empat jenis kondisi yang umum terjadi pada pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan. Yaitu financial stability, external pressure, personal financial need, dan financial targets.
2. Opportunity (kesempatan), yaitu situasi yang membuka kesempatan untuk memungkinkan suatu kecurangan terjadi. Biasanya terjadi karena pengendalian internal perusahaan yang lemah, kurangnya pengawasan dan penyalahgunaan wewenang. Diantara elemen fraud diamond yang lain, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan diminimalisir melalui penerapan proses, prosedur, dan upaya deteksi dini terhadap fraud.
3.  Rationalization (rasionalisasi) yaitu adanya sikap, karakter, atau serangkaian nilai nilai etis yang membolehkan pihak-pihak tertentu untuk melakukan tindakan kecurangan, atau orang-orang yang berada dalam lingkungan yang cukup menekan yang membuat mereka merasionalisasi tindakan fraud. Rasionalisasi atau sikap (attitude) yang paling banyak digunakan adalah hanya meminjam (borrowing) aset yang dicuri dan alasan bahwa tindakannya untuk membahagiakan orang-orang yang dicintainya (Rini, 2012).

        Gambar Fraud Triangle

Incentive/Pressure
                      
                                           Opportunity                               Rationalization

                                    
Fraud Diamond
Fraud diamond merupakan sebuah pandangan baru tentang fenomena fraud yang dikemukakan oleh Wolfe dan Hermanson (2004). Wolfe dan Hermanson mengatakan “ many frauds would not have occurred without the right person with the capabilities the details of fraud.

        Gambar  Fraud Diamond
    Opportunity




Pressure                                             Rationalization


                                   
   Capability

Secara keseluruhan fraud diamond merupakan penyempurnaan dari fraud model yang dikemukakan Cressey. Adapun elemen-elemen dari fraud diamond theory yaitu pressure, opportunity, rationalization dan capability.
Capability sebagai elemen keempat fraud
Wolfe dan Hermanson berpendapat bahwa ada pembaharuan fraud triangle untuk meningkatkan kemampuan mendeteksi dan mencegah fraud yaitu dengan cara menambahkan elemen keempat yakni capability (kemampuan).
Many frauds, especially some of the multibillion-dollar ones, would not have occurred without the right person with the right capabilities inplace. Opportunity opens the doorway to fraud, and incentive and rationalization can draw the person toward it. But the person must havethe capability to recognize the open doorway as an opportunity and totake advantage of it by walking through, not just once, but time and time again. Accordingly, the critical question is; Who could turn an opportunity for fraud into reality?"
Artinya adalah banyak fraud yang umumnya bernominal besar tidak mungkin terjadi apabila tidak ada orang tertentu dengan capability (kemampuan) khusus yang ada dalam perusahaan. Opportunity membuka peluang atau pintu masuk bagi fraud dan pressure dan rationalization yang mendorong seseorang untuk melakukan fraud. Tiga hal yang dapat diamati dalam memprediksi penipuan yaitu: 1). Posisi atau fungsi resmi dalam organisasi. 2). kapasitas untuk memahami dan memanfaatkan sistem akuntansi dan kelemahan pengendalian internal. 3). Keyakinan bahwa dia tidak akan terdeteksi atau jika tertangkap dia akan keluar dengan mudah (Kassem and Higson, 2012).
Wolfe dan Hermanson (2004) menjelaskan sifat-sifat terkait elemen capability yang sangat penting dalam pribadi pelaku kecurangan, yaitu:
1.   Positioning
Posisi seseorang atau fungsi dalam organisasi dapat memberikan kemampuan untuk membuat atau memanfaatkan kesempatan untuk penipuan.Seseorang dalam posisi otoritas memiliki pengaruh lebih besar atas situasi tertentu atau lingkungan.
2.   Intelligence and creativity
Pelaku kecurangan ini memiliki pemahaman yang cukup dan mengeksploitasi kelemahan pengendalian internal dan untuk menggunakan posisi, fungsi, atau akses berwenang untuk keuntungan terbesar.
3.   Convidence / Ego
Individu harus memiliki ego yang kuat dan keyakinan yang besar dia tidak akan terdeteksi. Tipe kepribadian umum termasuk seseorang yang didorong untuk berhasil di semua biaya, egois, percaya diri, dan sering mencintai diri sendiri (narsisme). Menurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, gangguan kepribadian narsisme meliputi kebutuhan untuk dikagumi dan kurangnya empati untuk orang lain. Individu dengan gangguan ini percaya bahwa mereka lebih unggul dan cenderung ingin memperlihatkan prestasi dan kemampuan mereka.
4.   Coercion
Pelaku kecurangan dapat memaksa orang lain untuk melakukan atau menyembunyikan penipuan. Seorang individu dengan kepribadian yang persuasif dapat lebih berhasil meyakinkan orang lain untuk pergi bersama dengan penipuan atau melihat ke arah lain.
5.   Deceit
Penipuan yang sukses membutuhkan kebohongan efektif dan konsisten. Untuk menghindari deteksi, individu harus mampu berbohong meyakinkan, dan harus melacak cerita secara keseluruhan.
6.   Stress
Individu harus mampu mengendalikan stres karena melakukan tindakan kecurangan dan menjaganya agar tetap tersembunyi sangat bisa menimbulkan stres.

 Fraud Pentagon (Crowes fraud pentagon theory)
Teori terbarukan yang mengupas lebih mendalam mengenai faktor-faktor pemicu fraud adalah teori fraud pentagon (Crowes fraud pentagon theory). Teori ini dikemukakan oleh Crowe Howarth pada 2011. Teori fraud pentagon merupakan perluasan dari teori fraud triangle yang sebelumnya dikemukakan oleh Cressey, dalam teori ini menambahkan dua elemen fraud lainnya yaitu kompetensi
(competence) dan arogansi (arrogance).

Hasil gambar untuk fraud pentagon

Crowes fraud pentagon theory (Crowe, 2011)
Kompetensi (competence) yang dipaparkan dalam teori fraud pentagon memiliki makna yang serupa dengan kapabilitas/kemampuan (capability) yang sebelumnya dijelaskan dalam teori fraud diamond oleh Wolfe dan Hermanson pada 2014.
Kompetensi/kapabilitas merupakan kemampuan karyawan untuk mengabaikan kontrol internal, mengembangkan strategi penyembunyian, dan mengontrol situasi sosial untuk keuntungan pribadinya (Crowe, 2011). Menurut Crowe, arogansi adalah sikap superioritas atas hak yang dimiliki dan merasa bahwa kontrol internal atau kebijakan perusahaan tidak berlaku untuk dirinya.
FRAUD SCHEMES (SKEMA PENIPUAN)
Acfe Fraud Tree
Model ACFE mengkategorikan skema penipuan individu menjadi model klasifikasi kategori, subkategori, dan microkategori. Tiga kategori utama yaitu:
1.      Penipuan korupsi.
2.      Penipuan penyalahgunaan aset.
3.      Penipuan laporan keuangan. Karakteristik yang menggambarkan atau mendefinisikan penipuan laporan keuangan sangat berbeda dengan yang menggambarkan penyalahgunaan aset, bila menggunakan deskriptor yang sama.

-          Fraudster
Fraudster cenderung pada manajemen eksekutif, biasanya CEO, kepala keuangan (CFO), atau Manajer C-level lainnya dalam penipuan laporan keuangan. Para fraudster yang melakukan penyalahgunaan aset, biasanya karyawan.
-          Size of the fraud
Rata-rata penipuan laporan keuangan adalah antara $ 1 juta dan $ 257,9 juta tergantung pada survei dan tahun. 2008 Statistik RTTN menunjukkan rata-rata penipuan laporan keuangan pada $ 2 juta, namun itu lebih tinggi di masa lalu.
-          Frekuensi Penipuan
Lebih dari 92 persen dari semua penipuan diklasifikasikan dalam kategori ini. Penipuan keuangan, dengan perbandingan, terdiri hanya 7,9 persen dari semua penipuan oleh terjadinya. Korupsi terdiri 30,1 persen dari penipuan. Perlu dicatat bahwa beberapa fraudster tidak hanya sesekali melakukan penipuan.
-          Motivasi
Daftar motivasi yang dikenal yaitu psikotik, ekonomi, egosentris, ideologis, dan emosional. Motivator tertentu terkait dengan penipuan laporan keuangan, dan motivator yang berbeda cenderung berhubungan dengan penipuan penyalahgunaan aset. Asosiasi tersebut sangat berharga dalam melakukan investigasi audit penipuan, dan mereka merancang program antifraud untuk manajemen atau dewan.
-          Materialitas
Kategori fraud juga berbeda di bidang materialitas. Finansial penipuan sering akan  dianggap material kepada organisasi.
-          Dermawan
Penipuan laporan keuangan dilakukan atas nama perusahaan, meskipun biasanya karena penipuan tersebut menguntungkan fraudster. Jenis penipuan ini disebut sebagai penipuan bagi perusahaan.

Penipuan Laporan Keuangan
Terdapat 3 alasan auditor yang paling mungkin paling bertanggung jawab atas penipuan laporan keuangan adalah auditor keuangan.
1.      Jumlah penipuan laporan keuangan secara total cenderung mengarah ke salah saji material dari laporan keuangan. Tujuan dari audit keuangan untuk memastikan bahwa laporan keuangan menyajikan laporan keuangan suatu entitas dalam semua hal yang material.
2.      Audit laporan keuangan yang cocok untuk mendeteksi laporan keuangan penipuan. Prosedur untuk mendeteksi kecurangan sangat berbeda dari prosedur yang digunakan dalam audit keuangan untuk mendeteksi salah saji material, terutama dalam audit keuangan sering menggunakan teori statistik berdasarkan materialitas.
3.      Manajemen eksekutif yang terlibat dengan penipuan laporan keuangan, pihak lain internal perusahaan (seperti manajemen lainnya, akuntansi, atau auditor internal) dapat tertipu atau dipaksa terlibat.

Penyalahgunaan Aset: Auditor Internal
Fungsi audit internal lebih cocok untuk mengawasi program antifraud terus menerus, sebagian besar karena prosedur audit keuangan tidak dirancang untuk mendeteksi penipuan, dan audit internal dapat merancang program dan prosedur untuk mendeteksi penipuan. Program antifraud biasanya dimulai dan diawasi oleh salah satu panitia audit atau CEO / CFO atau keduanya.

Skema Laporan Keuangan
Kategori skema laporan keuangan dipecah menjadi dua subkategori: keuangan dan non keuangan. Ada lima skema di bawah subkategori ini di fraud tree.
-          Difference Timing
Ada berbagai cara untuk memperbuat skema perbedaan waktu untuk membesar-besarkan pendapatan untuk periode fiskal saat ini. Salah satu cara adalah metode saluran isian, metode ini mendorong kelebihan persediaan untuk penjual atau konsinyasi dimana persediaan diperlakukan sebagai penjualan.
-          Pendapatan fiktif
Pendapatan fiktif diciptakan hanya dengan mencatat penjualan yang tidak pernah terjadi. Mereka dapat melibatkan pelanggan nyata atau palsu.
-          Manipulasi kewajiban
Cara untuk melakukan skema penipuan ini dengan cara tidak menampilkan kewajiban di bulan kedua belas tahun fiskal, sehingga pada tahun berjalan akan mengurangi biaya dan mencatat kewajiban yang pada bulan pertama tahun fiskal berikutnya.Cara lain untuk melakukan penipuan ini adalah untuk memindahkan kewajiban ke tempat lain.
-          Pengungkapan yang tidak tepat
Salah satu prinsip penipuan adalah bahwa hal itu selalu klandestin. Fraudster  akan mencoba untuk menutupi penipuan dalam buku-buku.
-          Impropper Asset Valuation
Salah satu cara nya adalah dengan meninggikan nilai aset seperti piutang umum, persediaan, dan aset jangka panjang, memanfaatkan biaya, atau mengempis akun kontra (tunjangan piutang ragu-ragu, bantahan, amortisasi, dll), hal tersebut dapat meninggikan nilai ekuitas dalam laporan keuangan.

Skema Korupsi
-          Konflik Kepentingan
Konflik kepentingan terjadi ketika seorang karyawan, manajer, atau eksekutif memiliki kepentingan ekonomi atau pribadi yang tidak diungkapkan dalam transaksi yang berdampak negatif mempengaruhi perusahaan.
-          Penyuapan
Suap dapat didefinisikan sebagai korban, memberi, menerima, atau meminta apapun nilai untuk mempengaruhi tindakan atau keputusan bisnis resmi. Hal ini mungkin yang paling sering dikaitkan dengan politik.
-          Gratifikasi illegal
Gratifikasi ilegal mirip dengan suap, tetapi dengan gratifikasi ilegal tidak ada maksud untuk mempengaruhi keputusan bisnis.
-          Pemerasan ekonomi
Pemerasan ekonomi adalah kebalikan dari penipuan suap. Alih-alih Vendor yang menawarkan suap, karyawan menuntut pembayaran dari vendor dalam rangka untuk mendukung vendor.
Skema Penyalahgunaan Aset
Joe Wells mendefinisikan penyalahgunaan mencakup lebih dari pencurian atau penggelapan.
-          Uang Tunai
Skema cash melibatkan mengambil uang tunai dari seseorang. Skema cash mendominasi kasus penyelewengan aset, menurut statistik dari ACFE. Dalam tahun 2008 RTTN, 85 persen dari semua penipuan penyalahgunaan aset terlibat penyalahgunaan kas. Skema cash, di fraud tree, dibagi menjadi tiga kelompok: pencurian, penipuan pembayaran, dan skimming.
-          Pencurian
Joe Wells mendefinisikan pencurian uang tunai sebagai pengambilan sengaja kas (mata uang dan cek) tanpa persetujuan. Pencurian kas adalah pencurian langsung uang tunai.  Menurut ACFE 2008 RTTN, 10,3 persen dari semua penipuan adalah pencurian uang tunai, dan hilangnya rata-rata adalah $ 75.000.
-          Fraudulent Disbursement
Penyaluran dana yang  di buat dari beberapa rekening perusahaan dalam apa yang tampaknya menjadi cara yang normal tapi sebenarnya penipuan.
-          Skema Penagihan
Skema penagihan menggunakan sistem akuntansi perusahaan untuk mencuri dana dengan mengajukan klaim palsu dalam satu bentuk atau lain.
-          Skema Shell Perusahaan
Skema perusahaan shell menggunakan perusahaan fiktif, diciptakan untuk tujuan tunggal melakukan penipuan, untuk menghasilkan cek dari sumber daya perusahaan yang akan diarahkan ke pelakunya. Biasanya perusahaan fiktif memiliki nama palsu. Kadang-kadang pelakunya akan menggunakan derivasi dari nama vendor yang sah untuk membingungkan orang-orang yang mungkin melihat cek atau nama fiktif vendor.
-          Skema Pass-Melalui (pass-trough scheme)
Skema ini adalah versi dari vendor shell skema di mana pelaku membuat sebuah perusahaan, tetapi dalam skema ini, dia benar-benar membeli produk melalui vendor pass-through.
-          Skema Penjual Nonaccomplice
Berbeda dengan dua vendor yang sebelumnya, skema penjual nonaccomplice melibatkan vendor yang sah.
-          Skema Pembelian Pribadi
Skema pembelian pribadi hanya membeli barang-barang pribadi dengan uang perusahaan. Dengan kemajuan teknologi internet dan metode pembelian, jauh lebih mudah untuk memperbuat semacam skema ini.
-          Skema Payroll
Skema Payroll mirip dengan skema penagihan kecuali bukan membayar vendor, perusahaan membayar karyawan.
-          Skema Komisi
Dalam skema komisi, fraudster menggunakan beberapa metode: menghasilkan penjualan palsu, melebih-lebihkan penjualan, meningkatkan tingkat komisi, atau menggunakan beberapa cara lain untuk mendapatkan komisi lebih dari yang sah diterima.
Fraud Tree dan Pencegahannya
Fraud atau kecurangan adalah sebuah kerugian yang dialami oleh tiap perusahaan atau organisasi. Fraud dapat diartikan sebagai kecurangan. Dalam hal ini kecurangan dapat dilakukan oleh siapa saja, baik oleh sorang karyawan biasa, maupun manajer yang memiliki kedudukan tinggi dalam sebuah organisasi.
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) menggambarkan occupational fraud dalam bentuk fraud tree. Pohon ini memberikan gambaran cabang-cabang dari fraud dalam hubungan kerja, beserta ranting dan anak rantingnya. Para akuntan cenderung lebih memahami fraud tree dalam bahasa inggris daripada pohon tree, karena fraud tree lebih sering digunakan. 
Occupational fraud tree memiliki tiga cabang utama, yaitu corruption, asset missappropriation, dan fraudelent statements yang dapat digambarkan sebagai  berikut :




Berdasarkan bagan diatas, fraud terbagi dalam 3 kelompok besar yaitu Corruption, Asset Misappropriation dan Fraudulent Statement. Dari 3 kelompok besar tersebut nantinya akan diklasifikasi lagi.

Corruption
Korupsi disini merupakan penyalahgunaan wewenang. Maka dari itu pelaku korupsi ini biasanya merupakan orang-orang yang memiliki kedudukan dalam suatu instansi maupun organisasi. Contohnya bisa kita lihat sendiri pada banyak kasus yang terjadi di Indonesia. Biasanya koruptor tersebut merupakan pejabat negara atau instansi yang memiliki kewenangan tertentu. Terjadinya korupsi bisa terjadi karena beberapa hal, antara lain:
1.      Konflik Kepentingan. Hal ini sering kita jumpai dalam berbagai bentuk, di antaranya bisnis pelat merah atau bisnis pejabat dan keluarga beserta kroni mereka yang menjadi pemasok atau rekanan di lembaga-lembaga pemerintah dan di dunia bisnis sekalipun.
2.      Penyuapan. Praktek-praktek penyuapan sesungguhnya banyak terjadi dalam dunia bisnis di sekitar kita. Penyuapan biasanya dilakukan agar dapat menghindari prosedur atau birokrasi yang terkesan berbelit-belit. Penyuapan ada berbagai macam bentuknya. Kickback meruapkan salah satu bentuk penyuapan dimana penjual menyerahkan sebagian dari hasil penjualannya. Prosentase yang diserahkan itu bisa diatur dimuka atau diserahkan sepenuhnya kepada penjual. Dalam hal terakhir, apabila penerima kickback mengganggap kickback yang diterimanya terlalu kecil maka dia akan mengalihkan bisnisnya ke rekanann yang mampu memberi kickback yang lebih tinggi.
3.      Illegal Gratuities adalah pemberian arau hadiah yang merupakan dalam bentuk terselubung atau sering disebut juga sebagai gratifikasi.

Asset Misappropriation
Merupakan pengambilan asset secara illegal atau sering juga disebur sebagai penggelapan. Asset missappropriation biasanya dilakukan dengan 3 cara antara lain :
1.      Skimming: dalam skimming uang dijarah sebelum uang tersebut secara fisik masuk ke perusahaan. Cara ini terlihat dalam fraud yang sangat dikenal oleh auditor, yaitu lapping.
2.      Larceny. Berbeda dengan skimming, maka larceny yaitu menjarah uang ketika sudah masuk dalam perusahaan. Dalam fraud tree larceny ada 5 yaitu billing schemes, Payroll Schemes, Expense Reimbursement Schemes, Check Tampering dan Register Disbursement.
-          Billing Schemes: adalah skema dengan menggunakan proses billing atau pembebanan tagihan sebagai sarananya. Pelaku dapat mendirikan perusahaan bayangan yang seolah-olah merupakan pemasok atau rekanan atau kontraktor sungguhan. Perusahaan bayangan ini merupakan sarana untuk mengalirkan dana secara tidak sah ke luar perusahaan.
-          Payroll Schemes: adalah sekema melalui pembayaran gaji. Bentuk permainannya antara lain dengan pegawai atau karyawan fiktif. Atau dalam pemalsuan jumlah gaji. Jumlah gaji yang dilaporkan lebih besar dari gaji yang dibayarkan.
-          Expense Reimbursement Schemes. Sekam melalui pembayaran kembali-biaya-biaya, misalnya biaya perjalanan. Contoh seorang salesman mengambil uang muka perjalanan dan sekembalinya dari perjalanan dia membuat perhitungan biaya perjalanan. Kalau biaya perjalanan melampaui melampaui uang mukanaya, ia akan meminta penggantian. Ada beberapa cara skema melalui reimbursement ini. rincian biaya menyamarkan jenis pengeluaran yang sebenarnya atau biayanya dilaporkan lebih besar dari pengeluaran sebenarnya.
-          Check Tampering: pemalsuan cek.
-          Register Disbursement adalah pengeluaran yang sudah masuk dalam Cash Register. Skema ini melalui register disbursement pada dasarnya ada dua yaitu pengembalian uang yang dibuat-buat dan pembatalan palsu.
3.      Fraudulent Statement yakni fraud yang berkenaan dengan penyajian laporan keuangan. Ada beberapa cara yang dapar dilakukan antara lain menyajikan asset atau pendapatan lebih tinggi dari yang sebenarnya dan juga menyajikan asset atau pendapatan lebih rendah dari yang sebenarnya.

Pencegahan Fraud
Ada banyak cara yang dipakai untuk mencegah fraud. Dalam teori fraud untuk mendeteksi sebuah fraud dimulai dengan mengidentifikasi skema fraud yang sering digunakan dan bagaimana fraud tersebut dapat terjasi. Tetapi untuk membuktikannya penyekidik perlu mengetahui skema fraud, fraud triangle, sesuatu mengenai pengendalian dan juga beberapa indikasi mengenai fraud.
Dalam penelitian dari ACFE mengemukakan bahwa dalam beberapa tahun dari mulai 1996 hingga 2008 kasus fraud dapat diungkap karena adanya tip atau aduan. Selain itu fraud dapat diketahui dengan tanpa disengaja, internal audit, internal audit. Kemudian fraud juga dapat diketahui karena adanya pemeriksaan pihak luar seperti kantor akuntan publik yang melaksanakan audit tahunan dan juga dari penegak hukum.
Metode lain dapat dikembangkan untuk pencegahan fraud secara umum maupun secara spesifik. Beberapa metode dapat digunakan sebagai deteksi secara umum antara lain:
1.      Internal audit yang secara aktif terlibat dalam aktivitas pencegahan fraud.
2.      Sarbanes Oxley Act section 404 yang dapat memberikan petunjuk untuk mengidentifikasi kelemahan dari yang bisa mengakibatkan resiko lebih tinggi untuk area atau proses bisnis
3.      Analisis vertikal dan horisontal pada laporan keuangan, khususnya ketika perbandingan antara unit bisnis dan data.
4.      Analisis rasio, khususnya menganalisis trend dalam beberapa tahun terakhir dan dengan membandingkan unit bisnis dengan unit lainnya dan juga dengan perusahaan secara keseluruhan.
5.      Audit mendadak atau perhitungan kas secara mendadak.
6.      Aduan secara anonim dan sistem pengaduan dimana karyawan, vendor atau pelanggan dapat mengakses dengan mudah, nyaman dan aman.
7.      Data mining untuk mendetekasi adanya indikasi kecurangan.

Penelitian mengenai skema fraud yang dilakukan jajaran tinggi dalam perusahaan dan juga indikasi dari tiap fraud adalah kunci sukses dalam mendeteksi terjadinya frud. Melalui pengertian dan analisis dalam mengetahui indikasi kecurangan akan membantu dalam mengembangkan metode deteksi fraud, penelitian dari ACFE sendiri telah memberikan pandangan dalam metode deteksi yang efektif. 

The Committee of Sponsoring Organization (COSO) edisi lama            
Setelah beberapa kegagalan audit yang signifikan terjadi selama tahun 1980an di Amerika Serikat, maka di tahun 1992 The Committee of Sponsoring Organization of The Treadway Committee (COSO) dibentuk untuk mendefinisikan kembali pengendalian intern dan kriteria untuk menentukan efektivitas suatu sistem pengendalian intern.  COSO menerbitkan laporan Internal Control-Integrated Framework yang terdiri dari empat jilid laporan berdasarkan hasil riset, diskusi, perdebatan, pertimbangan, draft, eksposur yang diajukan kepada konstituen.
Laporan COSO menggambarkan pandangan dari banyak partisipan, meliputi lima anggota organisasi yang mensponsori yakni  :
1.  The American Institute of Certified Public Accountants (AICPA),
2.  The Institute of Internal Auditors (IIA),
2.  The American Accounting Association (AAA),
3.  The Institute of Management Accountants (IMA),
4.  Anggota direksi,
5.  Direktur auditor intern, dan lain-lain.
Laporan COSO 1992 mengubah cara pandang terhadap pengendalian intern.  Meskipun laporan COSO merupakan definisi konsensus, namun isinya dibangun untuk memberikan suatu kerangka kerja pengendalian intern umum.  Laporan COSO didesain untuk mengakomodasi perspektif berbagai pihak, serta memuaskan kebutuhan semua kelompok yang berhubungan dengan pengendalian intern.
Maka tak heran jika laporan COSO pun mendapat akseptasi yang luas dari manajemen entitas, auditor ekstern dan intern, Chief Financial Officer (CFO), akuntan manajemen, dan otoritas pengatur.  Manajemen dan departemen audit intern dari berbagai entitas, baik pencari laba maupun tidak, menggunakannya untuk menerapkan dan menilai pengendalian intern.
1.      Badan legislatif dan pengatur di Amerika Serikat menyebutkan laporan COSO dalam hukum dan peraturan.
2.      Auditor ekstern mengadopsi laporan COSO dalam standar profesional dengan menerbitkan SAS Nomor 78 yang menyatukan kriteria COSO.  SAS Nomor 78, pengganti SAS Nomor 55, merupakan standar profesional utama yang menerapkan standar kedua pekerjaan lapangan.  Maka laporan COSO pun otomatis memiliki pengaruh yang besar terhadap standar auditing.

COSO mendedikasikan untuk menyediakan kepemimpinan pemikiran melalui  pengembangan kerangka kerja dan pedoman manajemen risiko perusahaan, pengendalian internal dan pencegahan penipuan dan berdiri pada tahun 1985.
Walaupun disponsori sama 5 professional association, tapi pada dasarnya komisi ini bersifat independen dan orang-orang yang duduk di dalamnya berasal dari beragam kalangan: industri, akuntan publik, Bursa Efek, dan investor. Nama ‘Treadway’ sendiri berasal dari nama ketua pertamanya yaitu James C. Treadway, Jr.
Adapun Visi dan Misi adalah sebagai berikut :
Misi
Komite Sponsoring Organisasi '(COSO) misinya adalah untuk memberikan pemikiran kepemimpinan melalui pengembangan kerangka kerja yang komprehensif dan pedoman manajemen risiko perusahaan, pengendalian internal dan pencegahan penipuan yang dirancang untuk meningkatkan kinerja organisasi dan pemerintahan dan untuk mengurangi tingkat kecurangan dalam organisasi.
Visi
Visi COSO adalah untuk menjadi pemimpin pemikiran yang diakui di pasar global pada pengembangan bimbingan di bidang risiko dan kontrol yang memungkinkan tata kelola organisasi yang baik dan pengurangan penipuan. 
Pada tahun 1992 COSO mengeluarkan definisikan  tentang pengendalian intern sebagai berikut: Internal control is process, affected by entility’s board of directors, management and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives in the following categories:
  • Effectiveness and efficiency of operations
  • Realibillty of Financial Reporting
  • Compliance with Applicable laws and regulations
Atau terjemahan bebasnya adalah sebagai berikut : sistem pengendalian internal merupakan suatu proses yang melibatkan dewan komisaris, manajemen, dan personil lain, yang dirancang untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga tujuan berikut ini:
  • Efektivitas dan efisiensi operasi
  • Keandalan pelaporan keuangan
  • Kepetuhan kerhadap hukum dan peraturan yang berlaku).
COSO TERBARU TAHUN 2013
Pada tanggal 14 Mei 2013, COSO menerbitkan Internal Control Intergrated Framework (ICIF) sebagai revisi dari versi tahun 1992. Revisi kerangka kerja pengendalian internal ini diharapkan akan membantu meningkatkan pelaksanaan pengendalian internal di setiap organisasi, walaupun penyesuaian lebih lanjut diperlukan untuk menyelaraskan pengendalian internal di seluruh dunia dan untuk membantu organisasi mengelola risiko secara lebih baik dan untuk meningkatkan kinerja organisasi secara keseluruhan. Pada edisi yang baru ini. COSO (2013:3) mendefinisikan pengendalian internal sebagai berikut “ Internal control is a process, effected by an entity’s board of directors, management, and other personnel, designed to provide reasonable assurance regarding the achievement of objectives relating to operations, reporting, and compliance”. Secara prinsip definisi pada kerangka kerja pengendalian internal menurut kerangka kerja (framework) tahun 2013 ini tidaklah ada perbedaan mendasar dengan pengertian sebelumnya.
Dengan terbitnya Internal Control – Integrated Framework Tahun 2013, terjadi beberapa perubahan dibandingkan dengan Internal Control – Integrated Framework Tahun 1992. Perubahan-perubahan yang terjadi secara umum antara lain:
1.   Kerangka yang baru memberikan perhatian yang lebih besar pada prinsip. Prinsip-prinsip ini dimaksudkan untuk profit companies, non-profit companies, badan pemerintah dan organisasi lainnya. Komponen dan prinsip terdiri dari kriteria yang akan membantu manajemen untuk menilai apakah entitas telah memiliki IC yang efektif.
2.    Memperluas kategori reporting objectives dengan mempertimbangkan pelaporan eksternal di luar pelaporan keuangan serta pelaporan internal baik keuangan maupun non-keuangan.
3.     Menjelaskam peran penetapan tujuan, tidak hanya merupakan proses manajemen yang dilakukan di pra-kondisi IC, tetapi diperluas dengan menentukan tujuan dengan mempertimbangkan kesesuaiannya.
4.        Memperluas konsep governance terutama yang terkait dengan board of directors, commitee of the board, termasuk audit, kompensasi, nominasi, dan komite governance.
5.   Mempertimbangkan globalisasi dengan mencakup perubahan dalam model operasi manajemen, struktur legal entitas dan peran terkait, tanggung jawab dan akuntabilitas terkait IC dalam unit dan sub-unit serta mempertimbangkan risiko internal terkait merger dan akuisisi.
6.        Mempertimbangkan struktur organisasi dan model bisnis yang berbeda yang telah banyak mengalami perubahan, tanggung jawab IC dari tiap model, dan pencapaian dalam efektivitas IC.
7.      Mempertimbangkan tuntutan dan kompleksitas dalam undang-undang, peraturan, dan standar dengan mengakui peran regulator dan standard-setter dalam penetapan tujuan serta menetapkan kriteria untuk menilai dan melaporkan defisiensi IC.
8.        Mempertimbangkan ekspektasi yang lebih besar terhadap kompetensi dan akuntabilitas. Organisasi bisa menggeser model operasi dengan mendelegasikan kewenangan dan akuntabilitas yang lebih besar.
9.        Mencerminkan peningkatan relevansi teknologi yang berpengaruh terhadap bagaimana komponen IC dilaksanakan.
10.    Memuat lebih banyak pembahasan mengenai fraud serta mempertimbangkan potensi fraud sebagai prinsip IC.

Selain perubahan-perubahan tersebut, terdapat juga perubahan-perubahan dalam tata letak kerangka seperti tata letak chapter serta perubahan kunci yang terjadi pada komponen IC.

Kerangka pengendalian internal COSO (2013) menetapkan lima komponen pengendalian internal:

1.        Suasana atau lingkungan pengendalian (control environment)
Lingkungan pengendalian mencakup standar, proses, dan struktur yang menjadi landasan terselenggaranya pengendalian internal di dalam organisasi secara menyeluruh. Lingkungan pengendalian tercermin dari suasana dan kesan yang diciptakan dewan komisaris dan manajemen puncak mengenai pentingnya pengendalian internal dan standar perilaku yang diharapkan.
2.        Penilaian risiko (risk assessment)
COSO merumuskan definisi risiko sebagai kemungkinan terjadinya suatu kejadian yang akan berdampak merugikan bagi pencapaian tujuan. Risiko yang dihadapi organisasi bisa bersifat internal (berasal dari dalam) ataupun eksternal (bersumber dari luar). Penilaian risiko adalah proses dinamis dan berulang (iteratif) untuk mengenali (identifikasi) dan menilai (analisis) risiko atas pencapaian tujuan. Risiko yang teridentifikasi selanjutnya dibandingkan dengan tingkat toleransi risiko yang telah ditetapkan.
3.        Aktivitas pengendalian (control activities)
Aktivitas-aktivitas pengendalian mencakup tindakan-tindakan yang ditetapkan melalui satu set kebijakan dan prosedur (misalnya prosedur operasi standar atau SOP) untuk membantu memastikan dilaksanakannya arahan manajemen dalam rangka meminimalkan risiko atas pencapaian tujuan.
4.        Informasi dan komunikasi (information and communication)
Entitas memerlukan informasi demi terselenggaranya tanggung jawab pengendalian internal yang mendukung pencapaian tujuan.
5.        Pemantauan (monitoring)
Pemantauan mencakup evaluasi berkelanjutan, evaluasi terpisah, atau kombinasi dari keduanya yang dimaksudkan untuk memastikan tiap-tiap komponen pengendalian internal ada dan berfungsi sebagaimana mestinya.

Prinsip-prinsip pengendalian internal :
1.      Lingkungan pengendalian
2.      Penilaian risiko
3.      Aktivitas pengendalian
4.      Informasi dan komunikasi
5.      Monitoring Activities
 
Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar